Selasa, 22 Maret 2016

Ya...

Ya...
Kau sungguh membuatku frustasi.
Baru saja kemarin kau tunjukkan aku hidup kembali.
Kau memberikanku makna harapan yang indah.
Tapi mengapa kini justru menjerumuskan ku pada lubang hitam.
Seakan semuanya berada di jalan buntu.
Tak sanggup aku berjalan sendiri seperti ini.
Rasanya ingin tenggelam dan menghilang sajalah.
Penat. Sedih. Bingung. Putus asa.
Berbaur menjadi suatu ketidakjelasan.
Mengubah arah dan tujuan menjadi tak menentu.
Ya...satu kata yang sungguh membuat aku terpuruk lagi.
Entah sampai kapan kata itu terngiang di telingaku.
Seberapa lama lagi kata itu hinggap di pikiranku.
Kata yang begitu indah jika pertanyaannya pun indah.
Tapi tidak untuk sebaliknya.
Yang telah menjatuhkan harapan-harapan indahku.
Perjalanan yang bagiku itu tidak mudah dilalui.
Kini dengan mudahnya pupus hanya dengan satu kata “Ya”
Ooh..sungguh kejamnya engkau Ya.
Tak peduli betapa pun orang mengharapkan kau terucap karena pertanyaan indah.
Kau bahkan tak peduli apapun dan siapapun yang mengucapkannya.
Tapi  apalah daya aku ini untuk mengubah engkau.
Kau tetaplah hanya sebuah kata, “Ya”
Yang akan bermakna indah jika itu berasal dari pertanyaan indah.
Dan akan memusnahkan harapan jika itu sebaliknya.
Itulah engkau, Ya...

Senin, 21 Maret 2016

Replies Apology

Lagi-lagi sajakmu teramat menusuk di setiap sendi ini.
Aku bisa merasakan betapa kejamnya dirimu terhadap perasaan.
Perasaan yang sebenarnya tidak pernah bersalah.
Hanya perasaan itu yang terkadang lancang untuk singgah di hati para insan.
Tak perlulah kamu menancapkan paku bila pada akhirnya paku itu akan kamu cabut dan pindahkan bahkan kamu buang.
Harusnya memang seperti itu.
Tapi tidak dengan kehidupan ini yang teramat kejam.
Begitu banyak insan menancapkan paku yang pada akhirnya mereka cabut kembali untuk dipindah tempatkan, bahkan ada pula yang kemudian di buang hingga berkarat tak berguna.
Mungkin itulah sedikit cerminan hidup yang fana ini.
Bagiku, bagimu, baginya dan bagi mereka.
Tapi apakah terpikirkan olehmu?
Pada setiap huruf yang tertulis olehmu.
Pada setiap kata yang terukir olehmu.
Pada setiap kalimat yang terangkai olehmu.
Pada setiap sajak-sajak yang teruntai olehmu.
Dan pada setiap pendalaman makna dari semua itu?
Seonggok harapan yang kau sajikan untuk memusnahkan harapan lain.
Rupanya selalu tersirat dalam benakmu apa itu arti pesakitan.
Tapi tak pernah dirimu menelaahnya.
Hanya selalu pergi dan pergi dengan sajak-sajakmu itu.
Selalu menghindari pesakitan yang harusnya di atasi.
Hingga akhirnya hanya menumpukkan pesakitan-pesakitan yang lain.
Sudahkah dirimu tersadar akan perasaanmu itu?
Perasaan yang selalu hadir dalam dirimu tak kenal waktu dan tak kenal kepada siapa perasaan itu tertuju.
Jangan mengatasnamakan Tuhan demi menghindari semua itu.
Karena Tuhanlah yang telah menyajikan skenarionya.
Cukup hadapi saja, jangan pernah menghindarinya.
Seperti kata-kata dalam sebuah sajak, "biarkan saja mengalir".
Dengan begitu semua akan tetap bahagia.
Janganlah buat pesakitan lagi hanya untuk satu kebahagiaan.
Pikirkanlah, hari esok itu lebih berharga bagi setiap insan yang masih diberi kehidupan.
Jangan buat pemusnahan harapan hanya karena satu perasaan yang menimbulkan keegoisan.
Jikalau begitu semua tak akan merasakan kebahagiaan yang mendalam.
Teruslah belajar untuk mendewasakan diri selagi Tuhan memberi waktu menikmati kehidupan.
Tak perlu merasa bersalah dan disalahkan. 
Cukup renungkan saja. 
Serahkan pada Tuhan. 
Semua akan terasa ringan dan indah. 
Dan di situlah bisa ditemukan kebahagiaan. 
Dalam diri setiap insan.