Sabtu, 19 Maret 2016

...

Ragaku terlalu rapuh.
Jiwaku mudah terkoyak.
Kalbuku sering terpolusi.
Air mataku tak bisa ku bendung.
Tatkala kau tak di dekatku.
Seakan atmosfer tak menyelimuti bumi.
Aku merasa hampa.
Seperti hujan tanpa indahnya pelangi.
Kedamaian hati tak ku rasakan.
Kau hilang tak berbekas.
Semburat senyum pun tak ada.
Siluet kebaikan lenyap.
Mungkin terhapus oleh dinginnya sikapmu.
Aku tak sanggup menjalani ini.
Hidup penuh onak dan cabaran.
Aku tak kuat lagi melangkah.
Apabila kerikil-kerikil duka masih terhampar di jalanku.

Jumat, 18 Maret 2016

Setiap Detik Dalam Hidupku

Setiap detik dalam hidupku diwarnai pengkhianatan.
Terlalu kejam untuk jadi kenyataan.
Terlalu buruk untuk jadi mimpi buruk.
Dan tangispun tak sanggup menggambarkan apapun.
Lagu-lagu mengalunkan nada empati.
Seolah tahu perasaan apa ini.
Seandainya semudah itu menerima kenyataan.
Seandainya ia tak merampas seluruh nafasku.
Seandainya ia menyisakan sedikit untukku.
Agar setidaknya aku bisa berdiri lagi.
Benar kiasan menyayat hati.
Teriris tipis dan tertusuk tombak dalam-dalam.
Bilamana darah yang tak terhenti.
Mengucur dari irisan nadiku.
Seperti itulah sakit yang abadi.
Nafasku direnggutnya, Nyawaku dicurinya.
Ia mengambil semuanya, setiap detik dalam hidupku.

Kamis, 17 Maret 2016

Hariku..

Kutahu malam itu sepi.
Nyanyi jangkrik bermelodi.
Gambar hari yang tak mudah.
Sepanjang apa itu hidup.
Kuyakin pagi itu indah.
Sapa surya yang tak lekang.
Meski waktu tiada pernah berhenti.
Ganas menindas...
Kupasti siangku berarti.
Peluhku sudi mengaku.
Polusipun mengiyakan.
Sulitnya hari ini.
Kupercaya senjaku indah.
Terhampar mega berarak.
Lukis bayang-bayang kelabu.
Lambaian tangan untuk suryaku.
*99

Rabu, 16 Maret 2016

Kangen.

Sudah dini hari, tapi mataku masih belum bisa terlelap.
Aku kangen. Beneran. Mungkin ini terdengar aneh.
Oh tidak, tidak aneh..Itu hal yang normal.
Namamu berangsur masuk ke otakku diatas hafalan SIG ku

yang terlanjur lebih dulu masuk ke otakku.
Kamu menggangu sekali.
Tiga hari yang lalu, kemarin dan hari ini, kamu kembali lagi.

Masih di tempat yang sama,
Di otak dan hatiku.

Jujur..
Aku benci.
Kamu datang, memberi kabar, lalu pergi..

Ingin rasanya aku dapat memilikimu.
Tapi, mengingat kata-katamu kemarin, aku serasa memuai.
Kalau aku bom, aku sudah meledak dari kemarin.
Sakit, iya? 

Tapi itu realita, hanya butuh waktu untuk menerimanya.
Sore tadi hujan.
Ya memang hari belakangan ini hujan selalu mengguyur kota ini..
Deras, meninggalkan bau tanah basah dan udara yang dingin.

Rasanya aku ingin berlari dan menuju kota itu
Segera menemukan hati yang pernah tertinggal di sana

Kangen.
Berharap kamu tahu.
Walaupun sebenarnya kamu tak akan pernah tahu.

Ah, tidak..rasanya kamu pasti lebih tau tapi tidak peduli.
Tapi aku masih berharap kamu peduli.
Walaupun kamu tipe orang yang cuek setengah mati.

Kangen.
Tapi aku berusaha untuk tidak kangen.
Rumit ya? Kangen itu memang selalu rumit kok!
Lebih rumit lagi, kalau aku merasakannya tapi kamu tidak merasakannya.
Cara terbaik adalah menahannya, melupakannya, atau mungkin membuangnya jauh dari otak ku ini, segera!
Berhasil atau tidak? Itu urusan belakangan.

Kalau aku kangen, cukup menatap jendela
mengetuk-ngetuknya dengan tangan, 

berharap nafasmu ikut berembun disitu.
Terobati atau tidak?
Itu urusan belakangan.

Minggu, 13 Maret 2016

Hanya Renungan Sesaat

Sore baru saja berlalu, kini malam pun semakin larut.
Aku masih tetap terjaga dalam anganku.
Entah apa yang aku pikirkan saat ini.
Hanya terbesit seonggok keganjalan dalam hati.
Yang entah mengapa masih saja belum terurai.
Aku masih saja terhanyut suasana hingga jemariku mulai bereaksi.
Bersama alunan yang berirama indah, ku mulai menjentikkan jemari lagi.
Jemari yang telah lama terhenti karena terhanyut rasa.
Rasa yang begitu tak kuasa untuk diingat kembali.
Cukup hari itu, aku terakhir mengungkapkannya untuk melupakan rasa itu.
Untuk membuang jauh kenangannya agar tidak dapat terlihat lagi.
Bersama isakku, ku ungkapkan semuanya sampai aku lega dan...
Akhirnya aku berjanji tidak akan pernah kembali pada sosok yang memberikanku rasa itu.
Terima kasih telah membuka hatiku.
Sekalipun mungkin saat ini akan tertutup kembali.
Tapi tidak dengan sosok yang memberikanku kelemahan.
Melainkan dengan sosok yang telah memberi dan menunjukkanku arti apa itu kebahagiaan.
Aku bukan lagi sosok yang lemah dan bisa seenaknya saja dipermainkan.
Aku, sudah bukan seperti kemarin lagi.
Yang selau mengalah di depannya dan selalu bisu untuk membalas perkataannya.
Kini aku hanya akan melawan jika suatu hal itu akan membuatku terjatuh lagi dan menjauhkanku dari kebahagiaan yang baru saja aku bangun kembali.